Suatu siang Riana asyik berduaan dengan Langit, pacarnya. Mereka makan bersama di sebuah rumah makan.
“ Aku tak ingin menjadi matahari yang terik menyengatmu, tapi ingin
menjadi air yang menyejukkan dan menyegarkanmu.” Rayu Langit.
“Cie..cie.. mau ikutan raja gombal ya?”
“ Jadi gombal pun aku tak apa asal bisa membuatmu jadi berkilau.”
“ Sayang, jangan nggombal terus dong. Nanti aku terbang nih.”
“ Kalau kamu terbang akan kubukakan gerbang surga untukmu dan kubuatkan jembatan pelangi untuk menyambutmu.”
Makin klepek-klepek deh Riana. Cowoknya ini raja gombal tiap ketemu ada aja puisinya. Apa dia bakalan nyaingin chairil Anwar ya?
Tapi kebersamaan mereka terganggu oleh kemunculan seorang wanita berusia
lima puluhan bertubuh gemuk ,tidak sampai bulat lo. Gemuk sedang. Ibu
itu berpakaian coklat agak kuning bertotol-totol hitam. Ibu itu berambut
lebar. Dia memakai gelang emas. Di bahu kirinya tersampir tas kulit
hitam.
“ Riana? Kenapa kamu di sini? Bukannya les malah pacaran!” Hardik wanita itu.
“ Mama? Kenapa mama di sini?” Riana shock dan pucat pasi melihat mamanya di situ.
“ Harusnya Mama yang tanya. Ayo pulang!” mama Riana memegang tangan Riana erat-erat.
“ Mama, jangan, ma! Ma, lepasin aku, Ma!” Pinta Riana. Ia memohon-mohon.
“ Langit, Tolong!” tapi langit tak bisa berbuat apa-apa.
Mama membawa Riana ke tempat parkir. Ia suruh Riana masuk dengan keras. Riana terpaksa nurut. Mereka pulang bersama.
“ Kamu sudah berani bohongin mama,ya? Sejak kapan kamu bohong, ha?
Kamu pamitnya les, tapi nyatanya malah pacaran sama anak nggak jelas
itu. Sudah dari dulu mama bilangin jangan deket-deket sama anak siapa
itu namanya?”
“ Dia namanya langit, Ma. Dia baik kok.”
“ Diam! Kamu nggak tahu siapa dia sebenernya. Mama tahu anak kayak gitu
suka lontang-lantung. Sukanya ngamen, gitaran, tidur di jalanan. Kamu
mau kayak gitu?
Kamu itu udah kelas tiga, Ya. Kamu bentar lagi UAN, mau kelulusan terus
mau SMA. Kalau kamu kayak gitu terus gimana kamu bisa lulus? Gimana masa
depan kamu?”
Riana dongkol saja sepanjang perjalanan. Ia diam dan menangis
perlahan-lahan. Ditahannya kata-kata. Karena satu saja nada keluar mulut
mamanya akan banyak bicara seperti petasan yang berenteng-renteng itu.
Merusak hati merusak telinga.
Mereka sampai di halaman rumah. Mereka keluar dari mobil. Riana masuk
duluan ke dalam rumah. Mama masuk belakangan. Di ruang keluarga amarah
mama masih berlanjut sampai episode 60. Riana tak tahan lagi segera
keluar membawa tasnya.
“ Riana! Mau ke mana kamu? Mama masih belum selesai ngomong! dengerin dulu! Riana! Kembali!”
Riana keluar dari halaman rumah. Ia mencegat taksi. Ia segera naik
meninggalkan mamanya. Mama berusaha mengejar tapi taksi itu sudah jauh.
Di dalam mobil Rian mengusapi air matanya dengan kaos birunya. sampai
basah. AC taksi menyala membuat ia kedinginan. Maklumlah,cewek-cewek
jaman sekarang sukanya pakai hot pant. Sopir taksi melirik-lirik cewek
seksi itu biarpun masih kelas 3 SMP.
“ Mau ke mana mbak?” Tanya sopir.
“ Jatimulya, Pak.”
Dengan segera Taksi mengantarkan cewek galau itu ke Jatimulya. Di
jatimulya tinggal Bibi Riana. Namanya Bibi Ana Sae. Bibi Ana adalah adik
mama. Riana suka ke sana dan sering main. Setibanya di sana Riana
membayar taksi lalu keluar. Ia lekas-lekas menemui Bibi Ana. Ketika itu
Bibi Ana sedang menginteri gabah dengan tampah.
“ Bibi … “panggil Riana. Ia langung memeluk Bibi Ana.
“ Riana, kamu kenapa, nduk?” Tanya Bibi Ana.
“ Masuk dulu, yuk! Ceritakan ada apa!”
Mereka masuk ke dalam rumah berama. Bibi Ana membawa tampah berisi gabah
ke belakang lalu meletakkannya di meja dapur kayu. Lalu bibi membuatkan
teh hangat. Ia bawakan teh itu ke depan.
“ Ini. Diminum dulu.”
“ Nah, sekarang ceritakan apa yang terjadi!” kata Bibi Ana.
” Begini, Bi. tadi aku lagi asyik kencan sama Langit, Bi. kami makan
bareng. Langit bikin puisi yang baguuus… banget. dia emang jago bikin
kata-kata romantis.
Terus lagi asyik-asyiknya kencan, eh, tiba-tiba mama datang. Mama
marah-marah. Berantakan deh kencannya. Mama suruh aku pulang. Di jalan
mama masih ngomel terus. Sampe rumah masih diterusin lagi kayak betet.
Panas telingaku dengerinnya. Aku nggak tahan lagi. Aku tinggalin aja.
Biarin aja mama bingung sendiri di rumah. Salahnya sendiri marah-marah
terus.
Dasar reseh! Kenapa sih mama suka gangguin aku sama Langit? Dulu mama
larang aku pacaran sama Langit. Terus nggak boleh ketemuan, jalan
bareng. Sampe backstreet aja nggak boleh. Iiih… sebel! Sebel! Sebel!”
Bibi Ana tidak memotong atau membantah kata-kata Riana walaupun Riana
banyak memaki-maki dan ngata-ngatin ibunya sendiri karena Bibi Ana tahu
Riana cuma butuh didengerin. Cewek itu butuh pelampiasan dan kesempatan
ngomong. Begitu cewek ngomong dan didengerin selesai deh separuh
masalah.
“ Ya sudah. Sekarang kamu istirahat dulu. Ada kamar yang bisa kamu pakai.” Saran Bibi Ana.
“ Makasih, Bi.”
Riana langsung pergi ke kamar tidur. Ia menutup pintu dan menguncinya
lalu tidur di kasur putih. Bibi Ana memperhatikan Riana sudah tak
mendengar, ia menelepon Bu Yeni, mama Riana.
“ Halo, yeni?”
“ Ana? Kamu tahu Riana, nggak? Tadi anak itu langsung keluar dari rumah nggak bilang-bilang. Aku jadi khawatir.”
“ Dia di sini kok. Tenang aja.”
“ Dia di tempatmu? Kalo gitu aku ke tempatmu sekarang ya?”
“ Jangan dulu. Dia masih sebel sama kamu.”
“ Terus?”
“ Aku punya rencana. Dengerin ya?”
“ Oke.”
Sorenya Riana bangun dari tidurnya yang lelap karena capek.ia pergi
mandi lalu sholat. Setelah itu ia duduk-duduk di samping rumah. Bibi Ana
datang menghampiri. Bibi berjilbab itu duduk di samping Riana.
“ Na, menurutmu Langit gimana?”
“ Dia cintaku satu-satunya ,Bi. Dia cakep, keren. Aku cnta buanget
sama dia. Aku nggak mau pisah sama dia. Rasanya pingin deket sama dia….
terus. Sehari nggak ketemu langsung galau.”
“ Berapa lama kalian pacaran?”
“ Berapa ya? 4,5,6 bulan kali. Aku lupa. Pokoknya jalanin aja gitu.”
“ Apa selama itu kamu bolos les?”
“ Nggak juga sih. Kadang kami ketemu di sekolah, di taman. Di tempat
les. Dia mau datengin aku di LBB. Cuma kadang-kadang aku nggak mask les.
Habis bosen sih belajar terus. Sekali-kali mainlah…”
“ Apa mamamu tahu kalau kalian pacaran?”
“ Jangan sampek deh. Idih amit-amit. Kalo sampek mama tahu aku bias mati.”
“ Kenapa?”
“ Dari dulu mama selalu ngelarang aku pacaran. Katanya inilah itulah. Free sex lah hamil lah, sekolah lah, narkoba lah.
Mama pinginnya aku Cuma belajar.. terus. Nggak boleh pacaran. Nggak
boleh banyak main. Makanya mama nyuruh-nyuruh aku les.katanya aku harus
belajar biar bisa nerusin sekolah, kuliah, kerja dan … seterusnya..
Makanya aku backstreet aja sama langit.”
“ Waktu mau jalan sama Langit kamu bilang apa sama mama?”
“ Macem-macam. Ada belajar bareng, les, tugas, main sama temen, dan laen-laen.”
“ Apa yang kamu rasain waktu pacaran?”
“ Ya seneng dong. Kan bisa ketemu sama cowok yang aku senengin. Dia
juga seneng sama aku. Kami jalan bareng, makan bareng.kami kan saling
mencintai. Tapi…”
“ Tapi kenapa?”
“ Setiap kali aku kencan rasanya was-was terus. Ada nggak enaknya.
Takutnya ketahuan mama. Jangan-jangan mama nggak sengaja lewat terus aku
ketauan gimana? Aku harus ngapain? Kata-kata apa yang harus aku ucapin
biar mama percaya.”
“ Nah, itu. Berarti kamu ngerasa nggak tenang kan waktu pacaran. Kamu
jadi bohong sama mama bilang mau les, tugas, belajar bareng
kenyataannya kamu malah berduaan sama cowok kamu. Kamu nggak tenang
kan?”
“ Iya. Tapi mau gimana lagi? Aku sayang sama Langit. Aku cinta sama dia. aku nggak mau pisah sama dia.”
“ Kalo kamu ngerasa nggak tenang itu berarti hati kamu tau itu dosa.
Apa kamu tau bohong itu dosa? Apa kamu tau pacaran itu dosa?”
“ Kalo bohong itu dosa aku tau, tapi aku terpaksa. Kalo nggak gitu aku bakalan galau. Tapi masak pacaran dosa sih, Bi?”
Bibi Ana membacakan ayat-ayat Al-qur’an dan hadist yang berbunyi:
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya
zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, maka
janganlah ia berdua-duaan dengan perempuan yang tidak ada bersamanya
seorang muhrimnya karena yang ketiganya di waktu itu adalah setan.”
“Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada
menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Hadits ini diriwayatkan
oleh Ar-Ruyani di dalam kitab Musnad-nya (227/2)
“ Yaaaaaaaaaah…….. gimana dong? Aku udah terlanjur cinta sama Langit.” Keluh Riana.
“ Sabar, ya, Na? sekarang kamu pikir-pikir dulu baik-baik. Bibi kasih
kamu waktu buat merenung dulu. Sementara itu Bibi tinggal dulu buat
masak. Sebentar lagi paman Zaini dan Ahmad pulang.”
Riana termangu terus di bangku panjang. Ia menatap ke halaman.
Pandangannya kosong membayangkan Langit, Langit yang senyumnya selalu
menyejukkan, Langit yang senyumnya putih mempersona dan gokil. Langit
yang walau berkulit coklat kribo tapi selalu setia menemani. Sekarang
harus ia tinggalkan karena sabda suci Al-qur’an dan hadist.
“ Dosa ya? Tapi nanti cintaku gimana? Aku cinta sama Langit, tapi
kalau dosa berarti nanti aku bakalan masuk neraka kalo jalan terus sama
dia. Dosanya karena bohong, karena pacaran, karena melawan ortu …”
Keesokan paginya Riana bangun seperti tersengat,” aduh! Hari ini aku
harus sekolah. Harus gimana nih? Seragamku, buku-bukuku, sepatuku,
PR-PR-ku!”
Riana segera keluar dari kamar mencari Bibi Ana. Ia berjalan ke dapur.
“ Bibi, ada seragam sekolah nggak? Aduh aku lupa bawa seragam dan hari ini harus sekolah.” Kata Riana seperti machine gun.
“ Di ruang tamu.” Jawab Bibi Ana.
Riana berjalan ke ruang tamu. Sesampainya di sana ia terhenti. Ia
tercengang seolah melihat sihir. Di sana di kursi panjang sudah ada
semua seragamnya putih biru lengan panjang rok panjang berbadge SMP Aryapati 9A. Di sampingnya ada tas, topi, dasi, kaos kaki. Di bawah kursi sepasang sepatu hitamnya yang mungil tersenyum mengkilap.
Riana mendekati seragamnya, mengangkat tasnya. Berat. Berarti ada
isinya. Ia buka dan melihat isinya. Buku-buku pelajarannya ada semua
sampai alat tulisnya juga.
“ Bibi, kok seragamku ada di sini? Siapa yang bawain?”
Bibi Ana datang,” semalam mama nganter semua itu kemari. Mama kamu
udah berborban banyak buat kamu. Mama juga ngerjain tugas kamu. Kamu
punya PR kan?”
“ Oh, iya aku punya PR.”
Riana segera membuka tas. Ia mengambil buku PR matematika. Ia buka
buku LKS dan butu tulis. Ia lihat buku tulis halaman terakhir. Benar. Di
sana sudah ada banyak jawaban soal-soal dengan tulisan tangan. Tulisan
itu bukan tulisannya. Itu tulisan mama! Mama ngerjain PR-nya? Itu nggak
pernah ada dalam sejarah manapun!
“ Sekarang kamu liat kan? Mama kamu perhatian sama kamu. Mama udah
bawain semua. Mama sampe ngerjain PR-PR kamu. Sulit lo buat orang tua
ngerjain PR anaknya. Makanya tolong maafin mama kamu. Mama kamu sayang
sama kamu, Na. mama kamu selama ini ngelarang kamu pacaran sebab mama
nggak pingin kamu kenapa-kenapa. Kamu sering liat kan sekarang banyak
cewek-cewek yang nggak perawan? Dari yang SMP, SMA, kuliah sampe
artis-artis juga. Apalagi kamu tau Langit itu anak punk yang suka ngamen
kemana-mana. Kamu itu lebih baik daripada Langit, na. kamu harusnya
dapet yang lebih baik. Jangan turunin harga diri kamu.”
…” Riana ganti baju dulu, Bi, ya?”
Bibi Ana mengangguk. Riana membawa seragamnya ke kamar. Tak lama
kemudian Riana kembali muncul dengan seragamnya yang biru putih. Ia kini
tengah memakai sepatu. Bibi Ana mendekat membawa foto.
“ Kamu simpen foto ini ya?” kata Bibi Ana.
“ Siapa ini, Bi?” Tanya Riana.
“ Udah. Simpen aja.”
Riana menerima foto itu dengan heran. Ia memandang foto itu. Isinya
foto close up cowok. Dia putih, tinggi, memakai jaket hitam dan kemeja
coklat.
Siapa sih cowok ini? Nggak kenal!
Riana membawa foto itu ke sekolah. Ia sekolah di SMP Aryapati kelas 9A. Ia sekelas dengan Syria dan Masayu Kusumawardani. di kelas ia tanya teman-teman soal cowok itu.
“ Eh, kamu tau cowok ini nggak?” Tanya Riana.
“ Enggak. Siapa sih itu?” Tanya yang ditanya balik. Kebanyakan begitu. Cowok cewek sama aja. Bahkan Syria malah ngisengin.
“ Masak sama cowok sendiri lupa, sih, Na?” goda Syria.
“ Iya, Rina ini. Udah punya Langit mau cowok laen lagi. Ato itu mantan kamu yang ke-100, Rin.” Imbuh Masayu.
“ Udah! Berisik! Klo nggak tau nggak usah ngeledek!” sergah Riana gusar. Bukannya dibantuin malah digodain.
Teman-teman pergi. Tinggal Riana sendirian di kelas memandangi foto itu.
“ Kamu siapa sih? Jangan main teka-teki. Plis! Aku nggak bisa main detektif. Aku bukan Conan yang bisa mencari semua orang.”
Pukul 12.30 siang Riana pulang sekolah. Banyak anak-anak lain
mendahuluinya di jalanan menuju gerbang sekolah. Ia melangkah pelanan
menunduk bingung menentukan arah. Langsung ke rumah atau ke rumah Bibi
ya?
“ Makasih, Ma. Mama udah ngerjain PR-ku. Tadi aku jadi nggak
disetrap. Tapi aku masih belum bisa nerima mama buat gantiin Langit. Aku
perlu sedikit lagi bukti kalo mama itu bener-bener sayang sama aku.”
Riana melewati gerbang. Ia berdiri di tepi trotoar. Matahri terik
menyinari cewek tinggi semampai langsing itu. Ia menyeka keringat.
Wajahnya mulai menggelap ditimpa UV. Riana memandang uang di tangannya.
Tadi bibi memberikan uang skau buat biaya pulang sekalian.
“ Pak! Ojek, Pak!” Riana melambaikan tangan.
Riana diam terus di jalan. Semoga keputusan ini tepat. Ia memandangi
rumah-rumah di tepi jalan. Semoga ujung jalan ini tepat. Semoga
keputusan yang telah dibuatnya benar-benar membawa kepada kebenaran dan
kebahagiaan. Kalau tidak maka akan sakit sekali. Makanya rasanya tak
enak di jalan ini. Kadang ingin mau kadang ingin mundur. Kalau benar
ingin rasanya cepat sampai dan melihat hasilnya. Tapi kalau salah tak
ingin mengikuti jalan ini. Bahkan ingin rasanya cepat berbalik, atau
turun dari motor sekalian agar tak ke sana.
“ Sampai, Dik.” kata tukang ojek menyadarkan Riana.
“ O, iya. Makasih, pak.” Riana turun lalu menyodorkan uangnya.
Ia berjalan memasuki halaman. Ia menaiki tangga dan membuka pintu.
“ Mama?”
“ Sayang?” Mama Riana langsung memeluk Riana. Riana tak sempat berekasi. Ia terdiam.
“ Sayang, maafin, mama, ya? Mama nggak bermaksud ngelarang-larang
kamu. Mama cuma pingin kamu jadi anak yang jujur dan ngelakuin hal yang
terbaik. Mama pingin ngasih yang terbaik. Mama berusaha terus agar masa
depan kamu jadi baik dan nggak suram.”
“ Apa mama beneran?”
“ Bener, sayang. Ini semua mama lakuin buat kamu. Maafin, mama kalo ternyata mama kelewatan ya, Sayang?”
“ Iya, Ma. Maafin Riana, juga ya, ma?”
“ Iya, Sayang. Mama juga minta maaf. Kamu mau kan maafin mama?”
“ Pasti, ma.” Riana membalas memeluk mama era-erat.
Bibi Ana memandang dari belakang tersenyum. Tak terasa ia meneteskan mata juga.
“ Ana, makasih ya udah mau rawat anakku.” Kata Bu Yeni.
“ Sama-sama. Riana udah kuaggap anakku sendiri kok.”
“ Ya sudah. Aku sama Riana pulang dulu ya, Ana?”
“ Ya.”
Bu Yeni dan Riana pulang bersama. Kembali ke rumah mereka di kota patria.
Beberapa hari kemudian Riana terlihat mondar-mandir di samping rumah.
Ia berjalan bolak balik. Di sampingnya tergeletak foto cowok misterius
itu. Ia sudah cari ke mana-mana. Ia Tanya anak-anak SMP Aryapati nggak
ada yang tau. Anak SMP Melati, kompleks SMP Pahlawan. Bahkan anak SMA
juga tapi nggak ada yang tahu.
“ Siapa sih kau ini?” rutuk Riana.
“Sst…! Riana!” panggil seorang cowok berbisik dari arah gerbang.
“ Langit?” Tanya Riana mengenali wajah di balik terali gerbang. Ia mendekat.
“ Langit? Kenapa kamu di sini?”
“ Aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Gimana? Mau kan? Ayo!” Langit membuka celah gerbang sampai cukup dilewati Riana.
“ Ayo!” Langit memegang tangan Riana mau berbalik pergi. Tapi ia merasakan Riana tak bergerak.
“ Ada apa? Ayo cepet. Keburu mamamu tau. Nanti kalo mamamu tau kita bisa dipisahin kayak dulu lagi.”
“ Sori, Ngit. Kita nggak bisa jalan lagi. Hubungan kita nggak bisa diterusin lagi.”
“ Apa maksudmu?”
Riana menarik napas, berusaha mengeluarkan lagu yang selama ini berusaha ia ingin hindari, tapi akhirnya harus ia ucapkan.
“ maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku tak suka padamu
Maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku Sangat membencimu …”
Luruh hati Langit mendengar lagu itu. Ia juga tahu lagu itu.
Teman-teman sering menyanyikannya waktu mengamen. Tak disangka lagu itu
akan keluar dari mulut cewek kesayangannya dengan makna yang sebenarnya.
Ia pun membuka mulut.
“ Padahal aku setia kepadamu
Ku menyayangimu hingga akhir waktu
Padahal aku cinta kepadamu
Kan ku ingat selalu kenangan manismu” ….
Setelah lagu d’paspor itu selesai dari lisan Langit, mereka berdua diam.
“ maaf, Ngit. Kita putus aja aja. Ortuku nggak suka kita jalan bareng.”
“ kita backstreet aja. Seperti yang dulu-dulu kita lakuin.”
“ aku nggak mau lagi. Aku capek bohongin ortu terus aku nggak mau lagi kucing-kucingan. Lagian semua yang kita lakuin itu dosa.”
“ apaan tuh dosa? Kamu mau jadi bu haji ya?”
Riana marah besar berbalik meninggalkan Langit. Langit panik memanggil Riana.
“ Rin, sori, Rin. Aku nggak bermaksud ngeledekin kamu. Aku Cuma
pingin kita balikan. Ayo kita balikan , Rin. Aku sayang sama kamu Rin.
Rin, I love you, Rin.”
Tapi Riana tak peduli. Ia melangkah masuk kembali ke dalam rumah.
Sedih juga sih ninggalin pacar, padahal masih cinta-cintanya. Selama ini
nggak pernah berantem. Jalan bareng. Tiba-tiba harus putus. Dengan hati
hancur ia masuk rumah menutup pintu mengabaikan pacarnya yang
memanggil-manggil.
Riana menaiki tangga menuju lantai dua.
“ Aku udah lepasin cintaku, cinta yang amat aku sayangi. Sekarang aku
harus minta balasannya. Balasannya harus bagus. Kalau nggak aku bakalan
amat sakit.”
Sesampainya di lantai dua riana berjalan ke beranda depan. Di sana ia
temukan mama lagi sibuk menjahit baju. Riana dengan muka kusam menemui
mama.
“ Ma, mama bisa bantu aku sebentar?” Tanya Riana.
“ Apa sayang?”
“ Mama kenal nggak sama cowok ini?” Riana menunjukkan foto si sumber masalah itu.
Mama melihat itu tersenyum,” Kamu mau tau?”
“ Jadi mama tau?”
“ Tentu. Kalo kamu mau tau siapa dia, mama bisa kenalin sama dia. tapi ada syaratnya.”
“ Apa?”
“ Jangan pacaran lagi. Nanti kalo kamu udah gede mama kenalin. Kalo
kamu suka kamu boleh nikah sama dia. baru waktu itu kamu boleh
puas-puasin cintamu.”
“ Aku usahain deh.”
“ Ya udah kalo gitu besok kita temuin dia.”
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking