FOLLOW

Vrydag 31 Januarie 2014

terjerat cinta orang tua

Suatu siang Riana asyik berduaan dengan Langit, pacarnya. Mereka makan bersama di sebuah rumah makan.
“ Aku tak ingin menjadi matahari yang terik menyengatmu, tapi ingin menjadi air yang menyejukkan dan menyegarkanmu.” Rayu Langit.
“Cie..cie.. mau ikutan raja gombal ya?”
“ Jadi gombal pun aku tak apa asal bisa membuatmu jadi berkilau.”
“ Sayang, jangan nggombal terus dong. Nanti aku terbang nih.”
“ Kalau kamu terbang akan kubukakan gerbang surga untukmu dan kubuatkan jembatan pelangi untuk menyambutmu.”
Makin klepek-klepek deh Riana. Cowoknya ini raja gombal tiap ketemu ada aja puisinya. Apa dia bakalan nyaingin chairil Anwar ya?
Tapi kebersamaan mereka terganggu oleh kemunculan seorang wanita berusia lima puluhan bertubuh gemuk ,tidak sampai bulat lo. Gemuk sedang. Ibu itu berpakaian coklat agak kuning bertotol-totol hitam. Ibu itu berambut lebar. Dia memakai gelang emas. Di bahu kirinya tersampir tas kulit hitam.
“ Riana? Kenapa kamu di sini? Bukannya les malah pacaran!” Hardik wanita itu.
“ Mama? Kenapa mama di sini?” Riana shock dan pucat pasi melihat mamanya di situ.
“ Harusnya Mama yang tanya. Ayo pulang!” mama Riana memegang tangan Riana erat-erat.
“ Mama, jangan, ma! Ma, lepasin aku, Ma!” Pinta Riana. Ia memohon-mohon.
“ Langit, Tolong!” tapi langit tak bisa berbuat apa-apa.
Mama membawa Riana ke tempat parkir. Ia suruh Riana masuk dengan keras. Riana terpaksa nurut. Mereka pulang bersama.
“ Kamu sudah berani bohongin mama,ya? Sejak kapan kamu bohong, ha?
Kamu pamitnya les, tapi nyatanya malah pacaran sama anak nggak jelas itu. Sudah dari dulu mama bilangin jangan deket-deket sama anak siapa itu namanya?”
“ Dia namanya langit, Ma. Dia baik kok.”
“ Diam! Kamu nggak tahu siapa dia sebenernya. Mama tahu anak kayak gitu suka lontang-lantung. Sukanya ngamen, gitaran, tidur di jalanan. Kamu mau kayak gitu?
Kamu itu udah kelas tiga, Ya. Kamu bentar lagi UAN, mau kelulusan terus mau SMA. Kalau kamu kayak gitu terus gimana kamu bisa lulus? Gimana masa depan kamu?”
Riana dongkol saja sepanjang perjalanan. Ia diam dan menangis perlahan-lahan. Ditahannya kata-kata. Karena satu saja nada keluar mulut mamanya akan banyak bicara seperti petasan yang berenteng-renteng itu. Merusak hati merusak telinga.
Mereka sampai di halaman rumah. Mereka keluar dari mobil. Riana masuk duluan ke dalam rumah. Mama masuk belakangan. Di ruang keluarga amarah mama masih berlanjut sampai episode 60. Riana tak tahan lagi segera keluar membawa tasnya.
“ Riana! Mau ke mana kamu? Mama masih belum selesai ngomong! dengerin dulu! Riana! Kembali!”
Riana keluar dari halaman rumah. Ia mencegat taksi. Ia segera naik meninggalkan mamanya. Mama berusaha mengejar tapi taksi itu sudah jauh.
Di dalam mobil Rian mengusapi air matanya dengan kaos birunya. sampai basah. AC taksi menyala membuat ia kedinginan. Maklumlah,cewek-cewek jaman sekarang sukanya pakai hot pant. Sopir taksi melirik-lirik cewek seksi itu biarpun masih kelas 3 SMP.
“ Mau ke mana mbak?” Tanya sopir.
“ Jatimulya, Pak.”
Dengan segera Taksi mengantarkan cewek galau itu ke Jatimulya. Di jatimulya tinggal Bibi Riana. Namanya Bibi Ana Sae. Bibi Ana adalah adik mama. Riana suka ke sana dan sering main. Setibanya di sana Riana membayar taksi lalu keluar. Ia lekas-lekas menemui Bibi Ana. Ketika itu Bibi Ana sedang menginteri gabah dengan tampah.
“ Bibi … “panggil Riana. Ia langung memeluk Bibi Ana.
“ Riana, kamu kenapa, nduk?” Tanya Bibi Ana.
“ Masuk dulu, yuk! Ceritakan ada apa!”
Mereka masuk ke dalam rumah berama. Bibi Ana membawa tampah berisi gabah ke belakang lalu meletakkannya di meja dapur kayu. Lalu bibi membuatkan teh hangat. Ia bawakan teh itu ke depan.
“ Ini. Diminum dulu.”
“ Nah, sekarang ceritakan apa yang terjadi!” kata Bibi Ana.
” Begini, Bi. tadi aku lagi asyik kencan sama Langit, Bi.  kami makan bareng. Langit bikin puisi yang baguuus… banget. dia emang jago bikin kata-kata romantis.
Terus lagi asyik-asyiknya kencan, eh, tiba-tiba mama datang. Mama marah-marah. Berantakan deh kencannya. Mama suruh aku pulang. Di jalan mama masih ngomel terus. Sampe rumah masih diterusin lagi kayak betet. Panas telingaku dengerinnya. Aku nggak tahan lagi. Aku tinggalin aja. Biarin aja mama bingung sendiri di rumah. Salahnya sendiri marah-marah terus.
Dasar reseh! Kenapa sih mama suka gangguin aku sama Langit? Dulu mama larang aku pacaran sama Langit. Terus nggak boleh ketemuan, jalan bareng. Sampe backstreet aja nggak boleh. Iiih… sebel! Sebel! Sebel!”
Bibi Ana tidak memotong atau membantah kata-kata Riana walaupun Riana banyak memaki-maki dan ngata-ngatin ibunya sendiri karena Bibi Ana tahu Riana cuma butuh didengerin. Cewek itu butuh pelampiasan dan kesempatan ngomong.  Begitu cewek ngomong dan didengerin selesai deh separuh masalah.
“ Ya sudah. Sekarang kamu istirahat dulu. Ada kamar yang bisa kamu pakai.” Saran Bibi Ana.
“ Makasih, Bi.”
Riana langsung pergi ke kamar tidur. Ia menutup pintu dan menguncinya lalu tidur di kasur putih. Bibi Ana memperhatikan Riana sudah tak mendengar, ia menelepon Bu Yeni, mama Riana.
“ Halo, yeni?”
“ Ana? Kamu tahu Riana, nggak? Tadi anak itu langsung keluar dari rumah nggak bilang-bilang. Aku jadi khawatir.”
“ Dia di sini kok. Tenang aja.”
“ Dia di tempatmu? Kalo gitu aku ke tempatmu sekarang ya?”
“ Jangan dulu. Dia masih sebel sama kamu.”
“ Terus?”
“ Aku punya rencana. Dengerin ya?”
“ Oke.”
Sorenya Riana bangun dari tidurnya yang lelap karena capek.ia pergi mandi lalu sholat. Setelah itu ia duduk-duduk di samping rumah. Bibi Ana datang menghampiri. Bibi berjilbab itu duduk di samping Riana.
“ Na, menurutmu Langit gimana?”
“ Dia cintaku satu-satunya ,Bi. Dia cakep, keren. Aku cnta buanget sama dia. Aku nggak mau pisah sama dia. Rasanya pingin deket sama dia…. terus. Sehari nggak ketemu langsung galau.”
“ Berapa lama kalian pacaran?”
“ Berapa ya? 4,5,6 bulan kali. Aku lupa. Pokoknya jalanin aja gitu.”
“ Apa selama itu kamu bolos les?”
“ Nggak juga sih. Kadang kami ketemu di sekolah, di taman. Di tempat les. Dia mau datengin aku di LBB. Cuma kadang-kadang aku nggak mask les. Habis bosen sih belajar terus. Sekali-kali mainlah…”
“ Apa mamamu tahu kalau kalian pacaran?”
“ Jangan sampek deh. Idih amit-amit. Kalo sampek mama tahu aku bias mati.”
“ Kenapa?”
“ Dari dulu mama selalu ngelarang aku pacaran. Katanya inilah itulah. Free sex lah hamil lah, sekolah lah, narkoba lah.
Mama pinginnya aku Cuma belajar.. terus. Nggak boleh pacaran. Nggak boleh banyak main. Makanya mama nyuruh-nyuruh aku les.katanya aku harus belajar biar bisa nerusin sekolah, kuliah, kerja dan … seterusnya..
Makanya aku backstreet aja sama langit.”
“ Waktu mau jalan sama Langit kamu bilang apa sama mama?”
“ Macem-macam. Ada belajar bareng, les, tugas, main sama temen, dan laen-laen.”
“ Apa yang kamu rasain waktu pacaran?”
“ Ya seneng dong. Kan bisa ketemu sama cowok yang aku senengin. Dia juga seneng sama aku. Kami jalan bareng, makan bareng.kami kan saling mencintai. Tapi…”
“ Tapi kenapa?”
“ Setiap kali aku kencan rasanya was-was terus. Ada nggak enaknya. Takutnya ketahuan mama. Jangan-jangan mama nggak sengaja lewat terus aku ketauan gimana? Aku harus ngapain? Kata-kata apa yang harus aku ucapin biar mama percaya.”
“ Nah, itu. Berarti kamu ngerasa nggak tenang kan waktu pacaran. Kamu jadi bohong sama mama bilang mau les, tugas, belajar bareng kenyataannya kamu malah berduaan sama cowok kamu. Kamu nggak tenang kan?”
“ Iya. Tapi mau gimana lagi? Aku sayang sama Langit. Aku cinta sama dia. aku nggak mau pisah sama dia.”
“ Kalo kamu ngerasa nggak tenang itu berarti hati kamu tau itu dosa. Apa kamu tau bohong itu dosa? Apa kamu tau pacaran itu dosa?”
“ Kalo bohong itu dosa aku tau, tapi aku terpaksa. Kalo nggak gitu aku bakalan galau. Tapi masak pacaran dosa sih, Bi?”
Bibi Ana membacakan ayat-ayat Al-qur’an dan hadist yang berbunyi:
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia berdua-duaan dengan perempuan yang tidak ada bersamanya seorang muhrimnya karena yang ketiganya di waktu itu adalah setan.”
“Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ar-Ruyani di dalam kitab Musnad-nya (227/2)
“ Yaaaaaaaaaah…….. gimana dong? Aku udah terlanjur cinta sama Langit.” Keluh Riana.
“ Sabar, ya, Na? sekarang kamu pikir-pikir dulu baik-baik. Bibi kasih kamu waktu buat merenung dulu. Sementara itu Bibi tinggal dulu buat masak. Sebentar lagi paman Zaini dan Ahmad pulang.”
Riana termangu terus di bangku panjang. Ia menatap ke halaman. Pandangannya kosong membayangkan Langit, Langit yang senyumnya selalu menyejukkan, Langit yang senyumnya putih mempersona dan gokil. Langit yang walau berkulit coklat kribo tapi selalu setia menemani. Sekarang harus ia tinggalkan karena sabda suci Al-qur’an dan hadist.
“ Dosa ya? Tapi nanti cintaku gimana? Aku cinta sama Langit, tapi kalau dosa berarti nanti aku bakalan masuk neraka kalo jalan terus sama dia. Dosanya karena bohong, karena pacaran, karena melawan ortu …”
Keesokan paginya Riana bangun seperti tersengat,” aduh! Hari ini aku harus sekolah. Harus gimana nih? Seragamku, buku-bukuku, sepatuku, PR-PR-ku!”
Riana segera keluar dari kamar mencari Bibi Ana. Ia berjalan ke dapur.
“ Bibi, ada seragam sekolah nggak? Aduh aku lupa bawa seragam dan hari ini harus sekolah.” Kata Riana seperti machine gun.
“ Di ruang tamu.” Jawab Bibi Ana.
Riana berjalan ke ruang tamu. Sesampainya di sana ia terhenti. Ia tercengang seolah melihat sihir. Di sana di kursi panjang sudah ada semua seragamnya putih biru lengan panjang rok panjang berbadge SMP Aryapati 9A. Di sampingnya ada tas, topi, dasi, kaos kaki. Di bawah kursi sepasang sepatu hitamnya yang mungil tersenyum mengkilap.
Riana mendekati seragamnya, mengangkat tasnya. Berat. Berarti ada isinya. Ia buka dan melihat isinya. Buku-buku pelajarannya ada semua sampai alat tulisnya juga.
“ Bibi, kok seragamku ada di sini? Siapa yang bawain?”
Bibi Ana datang,” semalam mama nganter semua itu kemari. Mama kamu udah berborban banyak buat kamu. Mama juga ngerjain tugas kamu. Kamu punya PR kan?”
“ Oh, iya aku punya PR.”
Riana segera membuka tas. Ia mengambil buku PR matematika. Ia buka buku LKS dan butu tulis. Ia lihat buku tulis halaman terakhir. Benar. Di sana sudah ada banyak jawaban soal-soal dengan tulisan tangan. Tulisan itu bukan tulisannya. Itu tulisan mama! Mama ngerjain PR-nya? Itu nggak pernah ada dalam sejarah manapun!
“ Sekarang kamu liat kan? Mama kamu perhatian sama kamu. Mama udah bawain semua. Mama sampe ngerjain PR-PR kamu. Sulit lo buat orang tua ngerjain PR anaknya. Makanya tolong maafin mama kamu. Mama kamu sayang sama kamu, Na. mama kamu selama ini ngelarang kamu pacaran sebab mama nggak pingin kamu kenapa-kenapa. Kamu sering liat kan sekarang banyak cewek-cewek yang nggak perawan? Dari yang SMP, SMA, kuliah sampe artis-artis juga. Apalagi kamu tau Langit itu anak punk yang suka ngamen kemana-mana. Kamu itu lebih baik daripada Langit, na. kamu harusnya dapet yang lebih baik. Jangan turunin harga diri kamu.”
…” Riana ganti baju dulu, Bi, ya?”
Bibi Ana mengangguk. Riana membawa seragamnya ke kamar. Tak lama kemudian Riana kembali muncul dengan seragamnya yang biru putih. Ia kini tengah memakai sepatu. Bibi Ana mendekat membawa foto.
“ Kamu simpen foto ini ya?” kata Bibi Ana.
“ Siapa ini, Bi?” Tanya Riana.
“ Udah. Simpen aja.”
Riana menerima foto itu dengan heran. Ia memandang foto itu. Isinya foto close up cowok. Dia putih, tinggi, memakai jaket hitam dan kemeja coklat.
Siapa sih cowok ini? Nggak kenal!
Riana membawa foto itu ke sekolah. Ia sekolah di SMP Aryapati kelas 9A. Ia sekelas dengan Syria dan Masayu Kusumawardani. di kelas ia tanya teman-teman soal cowok itu.
“ Eh, kamu tau cowok ini nggak?” Tanya Riana.
“ Enggak. Siapa sih itu?” Tanya yang ditanya balik. Kebanyakan begitu. Cowok cewek sama aja. Bahkan Syria malah ngisengin.
“ Masak sama cowok sendiri lupa, sih, Na?” goda Syria.
“ Iya, Rina ini. Udah punya Langit mau cowok laen lagi. Ato itu mantan kamu yang ke-100, Rin.” Imbuh Masayu.
“ Udah! Berisik! Klo nggak tau nggak usah ngeledek!” sergah Riana gusar. Bukannya dibantuin malah digodain.
Teman-teman pergi. Tinggal Riana sendirian di kelas memandangi foto itu.
“ Kamu siapa sih? Jangan main teka-teki. Plis! Aku nggak bisa main detektif. Aku bukan Conan yang bisa mencari semua orang.”
Pukul 12.30 siang Riana pulang sekolah. Banyak anak-anak lain mendahuluinya di jalanan menuju gerbang sekolah. Ia melangkah pelanan menunduk bingung menentukan arah. Langsung ke rumah atau ke rumah Bibi ya?
“ Makasih, Ma. Mama udah ngerjain PR-ku. Tadi aku jadi nggak disetrap. Tapi aku masih belum bisa nerima mama buat gantiin Langit. Aku perlu sedikit lagi bukti kalo mama itu bener-bener sayang sama aku.”
Riana melewati gerbang. Ia berdiri di tepi trotoar. Matahri terik menyinari cewek tinggi semampai langsing itu. Ia menyeka keringat. Wajahnya mulai menggelap ditimpa UV. Riana memandang uang di tangannya. Tadi bibi memberikan uang skau buat biaya pulang sekalian.
“ Pak! Ojek, Pak!” Riana melambaikan tangan.
Riana diam terus di jalan. Semoga keputusan ini tepat. Ia memandangi rumah-rumah di tepi jalan. Semoga ujung jalan ini tepat. Semoga keputusan yang telah dibuatnya benar-benar membawa kepada kebenaran dan kebahagiaan. Kalau tidak maka akan sakit sekali. Makanya rasanya tak enak di jalan ini. Kadang ingin mau kadang ingin mundur. Kalau benar ingin rasanya cepat sampai dan melihat hasilnya. Tapi kalau salah tak ingin mengikuti jalan ini. Bahkan ingin rasanya cepat berbalik, atau turun dari motor sekalian agar tak ke sana.
“ Sampai, Dik.” kata tukang ojek menyadarkan Riana.
“ O, iya. Makasih, pak.” Riana turun lalu menyodorkan uangnya.
Ia berjalan memasuki halaman. Ia menaiki tangga dan membuka pintu.
“ Mama?”
“ Sayang?” Mama Riana langsung memeluk Riana. Riana tak sempat berekasi. Ia terdiam.
“ Sayang, maafin, mama, ya? Mama nggak bermaksud ngelarang-larang kamu. Mama cuma pingin kamu jadi anak yang jujur dan ngelakuin hal yang terbaik. Mama pingin ngasih yang terbaik. Mama berusaha terus agar masa depan kamu jadi baik dan nggak suram.”
“ Apa mama beneran?”
“ Bener, sayang. Ini semua mama lakuin buat kamu. Maafin, mama kalo ternyata mama kelewatan ya, Sayang?”
“ Iya, Ma. Maafin Riana, juga ya, ma?”
“ Iya, Sayang. Mama juga minta maaf. Kamu mau kan maafin mama?”
“ Pasti, ma.” Riana membalas memeluk mama era-erat.
Bibi Ana memandang dari belakang tersenyum. Tak terasa ia meneteskan mata juga.
“ Ana, makasih ya udah mau rawat anakku.” Kata Bu Yeni.
“ Sama-sama. Riana udah kuaggap anakku sendiri kok.”
“ Ya sudah. Aku sama Riana pulang dulu ya, Ana?”
“ Ya.”
Bu Yeni dan Riana pulang bersama. Kembali ke rumah mereka di kota patria.
Beberapa hari kemudian Riana terlihat mondar-mandir di samping rumah. Ia berjalan bolak balik. Di sampingnya tergeletak foto cowok misterius itu. Ia sudah cari ke mana-mana. Ia Tanya anak-anak SMP Aryapati nggak ada yang tau. Anak SMP Melati, kompleks SMP Pahlawan. Bahkan anak SMA juga tapi nggak ada yang tahu.
“ Siapa sih kau ini?” rutuk Riana.
“Sst…! Riana!” panggil seorang cowok berbisik dari arah gerbang.
“ Langit?” Tanya Riana mengenali wajah di balik terali gerbang. Ia mendekat.
“ Langit? Kenapa kamu di sini?”
“ Aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Gimana? Mau kan? Ayo!” Langit membuka celah gerbang sampai cukup dilewati Riana.
“ Ayo!” Langit memegang tangan Riana mau berbalik pergi. Tapi ia merasakan Riana tak bergerak.
“ Ada apa? Ayo cepet. Keburu mamamu tau. Nanti kalo mamamu tau kita bisa dipisahin kayak dulu lagi.”
“ Sori, Ngit. Kita nggak bisa jalan lagi. Hubungan kita nggak bisa diterusin lagi.”
“ Apa maksudmu?”
Riana menarik napas, berusaha mengeluarkan lagu yang selama ini berusaha ia ingin hindari, tapi akhirnya harus ia ucapkan.
maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku tak suka padamu
Maafkan aku sayang ku tak memilihmu
Karena kedua orang tuaku Sangat membencimu …”
Luruh hati Langit mendengar lagu itu. Ia juga tahu lagu itu. Teman-teman sering menyanyikannya waktu mengamen. Tak disangka lagu itu akan keluar dari mulut cewek kesayangannya dengan makna yang sebenarnya. Ia pun membuka mulut.
Padahal aku setia kepadamu
Ku menyayangimu hingga akhir waktu
Padahal aku cinta kepadamu
Kan ku ingat selalu kenangan manismu” ….

Setelah lagu d’paspor itu selesai dari lisan Langit, mereka berdua diam.
“ maaf, Ngit. Kita putus aja aja. Ortuku nggak suka kita jalan bareng.”
“ kita backstreet aja. Seperti yang dulu-dulu kita lakuin.”
“ aku nggak mau lagi. Aku capek bohongin ortu terus aku nggak mau lagi kucing-kucingan. Lagian semua yang kita lakuin itu dosa.”
“ apaan tuh dosa? Kamu mau jadi bu haji ya?”
Riana marah besar berbalik meninggalkan Langit. Langit panik memanggil Riana.
“ Rin, sori, Rin. Aku nggak bermaksud ngeledekin kamu. Aku Cuma pingin kita balikan. Ayo kita balikan , Rin. Aku sayang sama kamu Rin. Rin, I love you, Rin.”
Tapi Riana tak peduli. Ia melangkah masuk kembali ke dalam rumah. Sedih juga sih ninggalin pacar, padahal masih cinta-cintanya. Selama ini nggak pernah berantem. Jalan bareng. Tiba-tiba harus putus. Dengan hati hancur ia masuk rumah menutup pintu mengabaikan pacarnya yang memanggil-manggil.
Riana menaiki tangga menuju lantai dua.
“ Aku udah lepasin cintaku, cinta yang amat aku sayangi. Sekarang aku harus minta balasannya. Balasannya harus bagus. Kalau nggak aku bakalan amat sakit.”
Sesampainya di lantai dua riana berjalan ke beranda depan. Di sana ia temukan mama lagi sibuk menjahit baju. Riana dengan muka kusam menemui mama.
“ Ma, mama bisa bantu aku sebentar?” Tanya Riana.
“ Apa sayang?”
“ Mama kenal nggak sama cowok ini?” Riana menunjukkan foto si sumber masalah itu.
Mama melihat itu tersenyum,” Kamu mau tau?”
“ Jadi mama tau?”
“ Tentu. Kalo kamu mau tau siapa dia, mama bisa kenalin sama dia. tapi ada syaratnya.”
“ Apa?”
“ Jangan pacaran lagi. Nanti kalo kamu udah gede mama kenalin. Kalo kamu suka kamu boleh nikah sama dia. baru waktu itu kamu boleh puas-puasin cintamu.”
“ Aku usahain deh.”
“ Ya udah kalo gitu besok kita temuin dia.”

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking